Joki Valorant merupakan fenomena di mana salah satu pemain dengan skill yang tinggi dapat membantu pemain lainnya meningkatkan rank mereka.

Fenomena tersebut bukanlah hal yang baru, Joki Valorant hampir sama dengan ‘joki’ pada permainan lain yang memiliki unsur kompetitif di dalam permainannya.

Semakin tinggi rank yang dimiliki seseorang, tentu ada ‘pride’ atau kebanggaan tersendiri yang dapat ditunjukkan kepada orang lain/pemain lain.

Hal itulah yang kemudian membuat Joki Valorant kini tengah marak dan menjamur layaknya ‘joki’ pada permainan lainnya entah itu game PC/Mobile.



Para caster Valorant seperti Antonius “SON” Willson, Lukas “KOCUL” Yanto dan juga Jamal “Jamalism” angkat bicara mengenai fenomena yang sudah umum ini.


Joki Valorant bisa mendapat sanksi Riot Games, para caster buka suara

Joki Valorant, SON, Willson, Valorant
Antonius “SON” Willson | Kredit: GLHFSon

Dalam konten melalui kanal YouTube GLHFSon, Willson bersama dengan Yanto dan Jamal membahas fenomena Joki di dalam berbagai permainan di Indonesia.

Sedikit banyaknya di awal mereka membandingkan atau mengeneralisir pemahaman terkait Joki entah di game Valorant atau di game lainnya.

Namun, untuk di Valorant sendiri menurut Willson sangat disayangkan jika seorang pemain yang bermain di Valorant menggunakan Joki. Selain tidak berdampak kepada sang pemain, perjokian juga tentu membuang biaya.

“Saya tidak mengerti mindset orang yang bermain game competitive itu ngejoki? Saya tidak menemukan alasannya. Kalau untuk alasan pamer? Kalau tidak ada skill tetap kelihatan kan kekurangan (skill)-nya?,” ucap Willson.

Jamal kemudian menambahkan jika tindak perjokian juga sama negatifnya dengan smurfing. Smurfing atau bermain dengan level berbeda pada akun berbeda juga salah satu hal yang tidak bisa dilupakan ketika membahas Joki dan game PC.

Jamalism “Kiri”, Lukas “KOCUL” Yanto (Kanan) | Kredit: GLHFSon

“Ada satu hal yang harus di bahas juga berdekatan dengan Joki. Salah satunya smurf, menurut kalian smurfing itu merugikan tidak?,” tutur Jamal.

Namun menurut Willson smurfing juga memiliki plus minus di mana tak jarang orang lain memang niat untuk meningkatkan rank pribadi. Atau, di sisi lain melakukan smurfing dengan tujuan menyombongkan skill yang dimiliki ke pemain lain di rank lebih rendah.

“Tapi, jika ada pemain dengan level Radiant namun ia masih kurang di Radiant. Alhasil akhirnya bermain di rank lebih bawah, mencari apa? Hanya merepotkan orang lain,” sambung Willson.


Baik Joki dan smurfing merupakan dua hal yang sepatutnya dikritisi. Para caster melihat jika fenomena joki dapat merugikan pemain yang tidak capable dalam bermain.

Para caster mengungkap jika Joki Valorant saat ini sudah menjadi sebuah ‘jaringan bisnis’ yang cukup menjanjikan. Yanto kemudian menambahkan jikalau fakta itu benar adanya dan bahkan mencapai nilai yang setara dengan gaji seorang pro player.

“Saya sempat dengar dari seseorang, jago bermain Valorant dia pernah bilang, pendapatan dia sebulan (sebagai Joki) setara dengan pro player tier 1 bahkan sampai dua digit,” ucap Yanto.

Di luar dari pembahasan yang telah disebutkan, Willson mengakui jika sebenarnya Riot Games memiliki peraturan di dalam Valorant di mana pemain dilarang menggunakan akun pemain lainnya.

“Rules di Valorant itu, tidak boleh memainkan ID orang lain sebenarnya. Tidak boleh sharing ID, smurfing itu termasuk bahkan joki apalagi,” tutur Willson.

Dengan validasi sanksi dari Riot Games, semoga saja para pemain yang terlibat dalam joki Valorant dapat menyadari tindakan yang tidak tepat ini.

Hal itu mutlak dilakukan agar menjaga ekosistem esports Valorant yang lebih baik untuk tahun-tahun yang akan datang.

BACA JUGA : Mengenal mode baru Valorant, Swiftplay pada patch terbaru 5.12