Jika Anda seorang penggemar esports di Asia Tenggara, kemungkinan besar Anda akan mengenali Caisam “Wolf” Nopueto. Caster dan analis asal Filipina ini kerap hadir di siaran langsung turnamen besar Mobile Legends seperti MPL PH dan M2 World Championship, hingga dari game lain semisal Dota 2 dan PUBG Mobile.

Namun, dibalik semangat dan antusiasmenya dalam setiap kali membawakan pertandingan atau memberikan analisis, ternyata ia harus berjuang menghadapi penyakit mematikan disetiap harinya.


Sebelum jadi caster: Cara Wolf belajar hidup bersama lupus

Wolf pertama kali didiagnosis menderita lupus saat masih duduk di bangku perkuliahan atau jauh sebelum dia mulai menjadi caster dan analis.

Lupus adalah penyakit autoimun langka dan kronis yang dapat menyebabkan peradangan dan menyerang jaringan tubuh yang sehat di beberapa bagian, termasuk kulit, sendi, ginjal, hingga otak.

Penyakit ini juga telah membuat para dokter kebingungan untuk mengatasinya selama bertahun-tahun, hingga membuat belum ditemukannya obat untuk penyakit ini.

Ketika penyakit lupusnya ini semakin parah, Wolf terpaksa harus berhenti belajar. Penyakit ini telah membuat dirinya tidak dapat melakukan tugas-tugas atau pekerjaan yang terbilang sederhana.

“Bahkan pernah satu waktu saya tidak bisa menyerahkan pekerjaan rumah untuk kelas yang saya ikuti,” ucap Wolf kepada ONE Esports

“Saya mengangkat tangan dan berkata kepada dosen secara langsung untuk berkata, ‘Maaf, saya benar-benar tidak bisa menulis. Saya tidak dapat memindahkannya. Bisakah saya meminta perpanjangan waktu?’ Itu sangat buruk,” tuturnya.

Selain itu Wolf juga bercerita bahwa dirinya telah mengalami banyak gejala lupus yang lebih parah, dan membuat dirinya harus bolak-balik ke UGD.

Wolf mengaku mengalami kesulitan bernapas, komplikasi kulit, kehilangan ingatan, dan kejang pada otot yang membuat dirinya “lumpuh” adalah beberapa gejala yang pernah ia alami.

Culture Wolf Lupus
Screenshot: Mika Fabella/ONE Esports

Wolf mulai terjun ke dunia esports dan shoutcasting

Sejak mengalami kesulitan dalam menggerakkan kaki dan tubuh bagian bawahnya, Wolf mencari peluang lain setelah ia memutuskan untuk menghentikan studinya.

Wolf beralih ke game untuk membantunya mengatasi lupus, yang juga disebabkan karena tidak bisa keluar rumah, dan mulai bermain Dota 2. Pada saat yang sama, film dokumenter “Free to Play” dirilis pada 2014.

“Ketika saya melihat ‘Free To Play’ dan menonton The International, saya sangat kagum dengan analisisnya. Mereka bisa memprediksi apa yang akan terjadi, atau hero mana yang akan keluar!” Ujar Wolf.

“Saat itulah saya mendengar kata ‘esports’. Saya tahu bahwa jika saya mendapat kesempatan untuk masuk ke esports, saya akan melakukannya,” tuturnya.

Sejak saat itu Wolf mulai berlatih menjadi caster dengan santai bersama teman-teman, mematikan suara dari video turnamen dan mencoba mengomentarinya sendiri.

Setelah mendapat dorongan untuk masuk ke dunia game, berkat kemampuannya menulis dan latar belakang editorialnya juga yang telah membawanya bekerja dengan Mineski dan GG Network sebagai penulis konten.

Ketika siaran turnamen esports semakin merebak dan terjadinya peningkatan kebutuhan untuk penyiar dan komentator, Wolf muncul di tempat dan waktu yang tepat.

Sebagai salah satu analis dan caster pertama untuk Dota 2 di Filipina, Wolf juga mampu merambah ke game lain seperti PUBG Mobile dan Mobile Legends: Bang Bang.

Sejauh ini, Wolf telah menjadi bagian dari event-event seperti Manila Major, The Nationals, Esports and Gaming Summit, dan banyak turnamen lokal lainnya.

Sejak 2017, dia juga menjadi salah satu caster dan analis resmi untuk MPL PH. Salah satu acara terbesarnya hingga saat ini adalah M2 World Championship di Singapura.



Cara Wolf menangani lupus sebagai caster esports

Gaya hidup esports yang terbilang sibuk tidak selalu baik untuk Wolf. Diakuinya, ada kalanya dia harus melewatkan kesempatannya menjadi caster karena lupus.

Salah satu serangan lupus terburuknya terjadi selama The International 2019 (TI9), di mana dia bertugas untuk tim siaran lokal. Kejang otot yang parah telah membuat dirinya harus melewatkan sisa acara. Hal ini juga membuat caster MPL lainnya, Dan “Leo” Cubangay, membawa Wolf ke rumah sakit.

“Saya tidak bisa bangun lagi, saya benar-benar tidak bisa berdiri. Saya menelepon Dan karena dia tinggal di dekat saya dan dia membawa saya ke rumah sakit. Saya harus dirawat dan melewatkan sisa acara,” katanya.

Culture Wolf Lupus
Screenshot: Mika Fabella/ONE Esports

Dengan kondisi yang tidak biasa seperti itu, ia juga ingin mendorong lebih banyak kesadaran tentang lupus dan penyakit autoimun lainnya. Berkat jangkauannya yang semakin besar sebagai caster dan analis esports, Wolf juga mendapatkan pesan dari penderita penyakit sama lainnya.

Wolf mengaku senang bisa menginspirasi orang lain, terutama mereka yang merasa tidak bisa menjalani kehidupan normal atau mewujudkan impian mereka.

Dengan mengutip kata-kata Tyrion Lannister yang diperankan oleh Peter Dinklage dari serial “Game of Thrones”, itulah mengapa dia “gunakan penyakit sebagai armor, jadi hal itu tidak akan pernah bisa digunakan untuk melawanku.” Oleh karena itu juga, in-game name (IGN) miliknya adalah Wolf.

Orang lain sering menyuruhnya untuk beristirahat, tetapi dia mengatakan kecintaannya pada analisis dan shoutcasting telah membantunya mengelola lupus, di samping karier esports yang serba cepat.

Dia belajar merencanakan sesuatu sebelumnya dengan rencana darurat. Transparansi mengenai kondisinya dengan atasan dan rekan kerja telah menjadi standar baginya, serta mempelajari batasan pribadinya.

Dalam waktu dekat, ia mengaku tidak ingin meninggalkan esports atau dunia shoutcasting terutama karena dia merasa sangat bahagia bekerja di industri ini.

“Selalu ada perasaan mendesak dengan apa yang ingin saya lakukan, karena setiap hari mungkin menjadi hari terakhir saya. Itulah mengapa saya ingin terus melakukan apa yang ingin saya lakukan. Saya memilih apa yang bisa membuat saya bahagia, setiap hari,” ucapnya.

BACA JUGA: Blacklist.Edward terpilih menjadi MVP final MPL PH Season 7