Carry tim Dota 2 T1, Nuengnara Teeramahanon alias 23savage, kini menjadi salah satu player yang mendapat banyak sorotan luas setelah ia dan timnya berhasil lolos ke The International 10 (TI10) melalui direct invited alias perolehan poin Dota Pro Circuit.

Hal ini disebabkan karena ada banyak pihak yang percaya bahwa kesuksesan T1 lolos ke TI10 ini sebagian besar disebabkan oleh performa 23savage, meski hal ini sudah sempat dibantah oleh rekan satu timnya, Matthew “Whitemon” Filemon.

Terlepas dari segala hal dan jika tidak ada aral melintang, 23savage dan sebagian besar para pemain T1 saat ini akan melakukan debut di ajang TI pada 7-17 Oktober 2021 di Arena Nationala, Bucharest, Rumania.

Dengan popularitasnya saat ini, ONE Esports tertarik untuk mengetahui seperti apa perjalanan karier dari 23savage dari awal sebelum mengenal Dota hingga bisa seperti saat ini, termasuk asal-usul dari in-game name (IGN)-nya yang cukup unik ketimbang player lainnya.


Awal 23savage mengenal Dota 2

T1, 23savage, Dota 2

Sama seperti kebanyakan pro player lainnya, pada awalnya 23savage bermain game untuk bersenang-senang bersama teman-temannya dengan memainkan Maple Story dan Getamp.

Setelah itu, saudaranya memperkenalkan dirinya dengan Dota 1 di Warcraft III. Ia pun langsung beralih ke Dota 2 setelah resmi dirilis. “Saya merasa Dota 2 lebih seimbang,” katanya.

Dalam waktu singkat, 23savage begitu menggemari game MOBA PC ini dan mengikuti scene profesional Dota 2 dengan mengenal para pemain besar pada saat itu. “Saya menyaksikkan Miracle- dan Arteezy bermain dan berpikir bahwa saya ingin menjadi seperti mereka,” tuturnya.

Di sisi lain, 23savage juga menyebutkan bahwa pemain idolanya saat itu adalah Miracle- dan Ana. Player asal Thailand berusia 19 tahun itu mengaku bangga bisa bersaing dengan idolanya di ajang Dota 2 besar dunia dalam beberapa tahun terakhir.


Kapan 23savage memutuskan menjadi pro player Dota 2?

23savage at DOTASummit13, Fnatic
Kredit: Beyond the Summit

Pada usianya yang masih sangat belia, 23savage sudah mampu menunjukkan skill mekanik yang luar biasa di scene pro Dota 2. Hal inilah yang berhasil mencuatkan namanya di awal karier karena sangat jarang ada player muda dengan skill setinggi dirinya.

Dengan segala skill yang ia miliki dan kondisi yang ia alami pada saat itu di sekolah, hal ini juga yang menjadi pemicu bagi dirinya untuk berkomitmen menjadi pro player Dota 2.

“Ketika saya masih kelas tiga, saya tahu tidak bisa belajar pada saat itu. Saya lelah dengan semuanya dan sama sekali tidak bahagia, jadi bukanlah keputusan yang sulit untuk memilih jalur pro player,” ucap 23savage.

Hal ini tentu saja sempat mendapat tentangan dari orang tuanya ingin ingin dirinya fokus kepada studinya. Namun, 23savage tahu apa yang ingin dia lakukan dalam hidupnya.

“Saya adalah orang dengan ide yang jelas. Saya paling percaya kepada diri sendiri, jadi saya yakin dengan pilihan saya,” ucap eks player Fnatic itu.

Terlepas dari perjuangannya dalam studi, 23savage bisa begitu percaya diri karena dia tahu kualitasnya di Dota 2. Bahkan hal ini membuat dirinya cukup nekat untuk terjun menjadi pro player tanpa adanya rencana cadangan jika gagal berkembang.

“Pada hari ketika saya memutuskan (menjadi pro player) saya tidak memiliki rencana cadangan sama sekali. Saya sangat percaya diri karena saya memiliki MMR yang sangat tinggi. Saya pikir saya memiliki 6.000 MMR ketika saya baru berusia 15 tahun,” kata 23savage.



Cara 23savage meyakinkan orang tua soal karier di Dota 2

23savage, T1, ONE Esports Singapore Major
Kredit: ONE Esports

Terlepas dari segala hal, orang tua 23savage masih tidak setuju dengan jalur karier Dota 2 yang ia pilih. Namun secara garis besar, Kinra Theeramahanont yang merupakan ibunya, sepenuhnya memahami dan mendukungnya.

“Ibu saya telah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuksesan saya. Pada awalnya, ibu tidak setuju dengan keputusan saya. Dia menyuruh saudara laki-laki saya mencoba dan meyakinkan saya kembali ke sekolah,” ujar 23savage.

“Namun pada hari ketika saya pulang dari turnamen pertama saya dan membawa pulang 2.000 baht Thailand atau sekitar US$60, ia melihat bahwa ada masa depan bagi saya sebagai pemain, dan dia mulai mendukung keputusan saya. Kini satu-satunya hal yang ia khawatirkan adalah kesehatan saya. Ibuku juga suka menonton pertandingan pro saya,” tuturnya.

Terlepas dari segala hal, 23savage percaya bahwa keluarga sangat penting. Ia pun percaya bahwa jika kita benar-benar serius dan memiliki tekat besar dalam segala hal, keluarga seharusnya bisa percaya kepada kita.


Asal-usul IGN 23savage

T1 23savage, ONE Esports exclusive interivew
Kredit: ONE Esports

Di awal karier Dota 2-nya, dia mengaku tidak bisa menemukan IGN yang cocok bagi dirinya. Saat itu, musik rap sedang booming dan selama di sekolah, 23savage sering terlibat dalam rap-battle. Hal ini yang membuat salah satu temannya memberinya ide yang akhirnya menjadi IGN bagi dirinya.

“Saya sering mendengarkan 21 Savage dan lagunya, ‘Bank Account’ yang sangat populer pada saat itu. Lalu saya mengubahnya menjadi 23savage,” tuturnya.

Di sisi lain, 23savage juga mengaku memiliki ikatan kuat dengan lagu-lagu 21 Savage lainnya. “Soal lagu yang cocok dengan hidup saya, mungkin yang berjudul ‘A Lot’. Isi lagunya adalah berbagai cerita yang disukai dan tidak disukai banyak orang. Tidak baik bagi kita untuk menyukai semuanya. Selalu ada dua sisi.”


Langkah pertama 23savage sebagai pro player Dota 2

Pada awal karier Dota 2-nya, bakat 23savage sukses menarik perhatian eks pro player Thailand yang pernah tampil di The International 2011 (TI1) bersama tim MiTH.Trust, Noppadon “Feimao” Paopongprapun.

Namun, ada banyak hal tidak berjalan sesuai rencana pada pertandingan uji coba 23savage. Pasalnya hal itu sangat berbeda dari pertandingan rank, karena MMR tidak memengaruhi calon lawan yang akan dihadapi. Selama uji coba, dia selalu mendapat evaluasi di akhir setiap pertandingan.

Selain itu, pertandingan tersebut juga dimainkan dalam sistem yang sangat sulit untuk bisa diadaptasi oleh 23savage. “Saya tidak mengerti dan tidak percaya kepada rekan satu tim. Jadi saya punya banyak masalah. Saya tidak bermain dalam sistem tim dengan baik.”

“Ketika kecewa, saya merasa sangat sedih karena pada awalnya berpikir akan memiliki tim yang sesuai. Namun mereka memutuskan untuk tidak membawa saya,” tuturnya.

Kemunduran ini membuat 23savage memainkan lebih banyak pertandingan rank saat dia memfokuskan kembali pandangannya untuk meningkatkan MMR-nya.

“Saya mencoba membuat orang lain melihat bahwa saya adalah pemain bagus dan mereka akan menyesal tidak mengambil saya. Saya ingin menjadi lebih baik dari sebelumnya,” kata 23savage.

“Saat itu, yang kurang dari saya adalah tanggung jawab karena tidak mengakui kesalahan sendiri. Saya juga tidak banyak mendengarkan. Ada banyak ego yang membuat saya tidak belajar dari kesalahan,” tuturnya.

Titik balik dari karier Dota 2 milik 23savage adalah ketika ia bergabung dengan tim luar negeri pertamanya, Team Jinebrus, yang memiliki banyak pemain berbakat penuh pengalaman. “Ternyata semuanya sebagus apa yang saya kira,” ucapnya.

Dota 2, 23savage

Sebelumnya, 23savage sempat bergabung dengan banyak tim. Pertama ia bermain bersama Hashtag sebelum bergabung dengan Alpha Blue. Dia juga sempat bermain untuk Reaper, Team MSCerberus, sebelum bergabung dengan Team Jinesbrus.

“Saya banyak berubah dan menjadi lebih bertanggung jawab. Harus ada pencapaian di setiap permainan, dan kami harus bisa belajar dari kesalahan sepanjang waktu. Semua ini sangat berbeda dari sekadar bermain untuk bersenang-senang. Anda harus lebih analitis,” katanya.

Di sisi lain, 23savage juga mengaku begitu merindukan kehidupan di masa kecil. Saat ini ia mengaku masih sering ngobrol dengan teman-temannya, tetapi ketika dia harus bepergian untuk berkompetisi, dia hanya fokus memikirkan pertandingan.

“Saya telah memilih menjadi pemain profesional. Ada beberapa kesepian, tetapi ini adalah kehidupan lain yang kami pilih untuk diri kami sendiri,” ucap 23savage.

“Bagi saya, formula sukses adalah kerja keras. Tanggung jawab, ketekunan, dan tekad besar. Jangan mengurangi apapun, tetap fokus pada permainan, dan memprioritaskan hal paling penting,” tuturnya.


Belajar dari kegagalan lolos ke TI9

TI10 akan menjadi debutnya di The International. Sebelumnya, ia nyaris lolos ke The International 2019 di Vancouver bersama Team Jinesbrus. Namun mereka takluk 2-3 dari Mineski di Kualifikasi Regional Asia Tenggara.

“Tentu saja, TI adalah apa yang saya impikan dalam sebagian besar hidup saya dulu dan sekarang. Namun ketika saya tersingkir dari kualifikasi The International 2019, saya tidak merasa seburuk itu. Karena dulu, selama program seleksi utama, saya tidak pernah mengikuti audisi sama sekali,” kata 23savage.

“Kualifikasi The Internasional 2019 adalah pertunjukan besar pertama saya, jadi saya pikir tidak apa-apa. Jika lain kali kami memiliki kesempatan lain, saya tidak akan menyia-nyiakannya.”

“Semua itu mengajari saya untuk lebih tenang, terutama dalam pengambilan keputusan. Saya juga belajar lebih sabar saat bermain di turnamen besar. Fokus pada permainan,” tuturnya.

Meski mengaku tidak merasa seburuk itu, kekalahan di Kualifikasi TI9 tersebut tetap saja berhasil membuat dirinya yang saat itu baru berusia 17 tahun meneteskan air mata.

BACA JUGA: ESL One Fall Bootcamp Edition: Jadwal, hasil, format, prize poll, dan cara menonton